Mengembangkan
Pendidikan Inklusi untuk Anak yang Berkebutuhan Khusus (Penyandang Disabilitas)
A. Latar Belakang
Setiap individu
pada dasarnya memiliki keunikannya masing-masing. Berdasar pada prinsip tersebut
maka kini dikembangkan sistem pendidikan inklusi. Di dalam sekolah inklusi
terdapat peserta didik dengan berbagai macam latar belakang dari yang reguler
(biasa) sampai anak berkebutuhan khusus. Pelayananan pendidikan yang diberikan
secara bersamaan, sehingga akan terjadi interaksi antara keduanya, saling
memahami, mengerti adanya perbedaan, dan meningkatkan empati bagi anak-anak
reguler.
B. Landasan
Hukum
Pada tanggal 18
Oktober 2011, Pemerintah telah meratifikasi Konvensi PBB tentang Hak Penyandang
Disabilitas (United Nation Convention on Rights of Persons with Disabilities).
Pada pasal 24 tentang Pendidikan disebutkan bahwa negara-negara pihak mengakui hak
orang-orang penyandang cacat atas pendidikan. Dalam rangka mewujudkan hak
tersebut tanpa diskriminasi dan atas dasar kesetaraan kesempatan, maka
negara-negara pihak harus menjamin suatu sistem pendidikan yang inklusif di
semua tingkatan dan pembelajaran jangka panjang yang ditujukan untuk:
1. Pengembangan
potensi manusia yang sepenuhnya dan perasaan martabat dan harga diri, serta
penguatan penghormatan terhadap hak asasi manusia, kebebasan mendasar, dan
keragaman manusia;
2. Pengembangan
personalitas, bakat, dan kreativitas, serta kemampuan mental dan fisik
orang-orang penyandang cacat sejauh potensi mereka memungkinkan;
3. Memampukan
orang-orang penyandang cacat untuk berpartisipasi secara efektif di masyarakat
yang bebas;
4. Dalam
mewujudkan hak ini, Negara-negara Pihak harus menjamin bahwa:
5. Orang-orang
penyandang cacat harus dimasukkan dalam sistem pendidikan umum atas dasar
kecacatan, dan bahwa anak-anak penyandang cacat harus dapat mengikuti
pendidikan dasar wajib secara gratis, atau pendidikan tingkat kedua atas dasar
kecacatan;
6. Anak-anak
penyandang cacat dapat mengakses pendidikan dasar yang gratis dan pendidikan
tingkat kedua yang berkualitas dan inklusif atas dasar kesetaraan dengan
orang-orang lain dalam masyarakat di mana mereka tinggal;
7. Akomodasi
yang selayaknya yang dibutuhkan oleh individu-individu tersedia;
8. Orang-orang
penyandang cacat menerima dukungan yang dibutuhkan, dalam sistem pendidikan
umum, untuk memfasilitasi pendidikan mereka secara efektif;
9. Tersedia
sarana-sarana pendukung individual yang efektif dalam lingkungan yang
memaksimalkan pengembangan akademik dan sosial, yang konsisten dengan tujuan
dan inklusi secara penuh.
Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional RI Nomor 70 Th 2009, Tentang Pendidikan Inklusif bagi
Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau
bakat Istimewa. Peraturan Menteri ini menyatakan bahwa sistem penyelenggaraan
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki
kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk
mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara
bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
Guna menunjang
terwujudnya sistem pendidikan inklusi maka sarana fisik sekolah harus
disesuaikan dengan kebutuhan fisik anak didik yang berkebutuhan khusus. Oleh
karena itu pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan menyangkut aksesibilitas
yang berkaitan dengan fasilitas umum termasuk bangunan sekolah. Peraturan
tersebut diantaranya;
1. Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; Undang-undang ini mensyaratkan
agar dalam pembangunan gedung dipenuhi fasilitas dan aksesibilitas yang mudah,
aman dan nyaman bagi penyandang cacat yang tercantum dalam Pasal 27.
2. Keputusan
Menteri Pekerjan Umum Nomor 68/K P T S/1998 tentang Persyaratan Teknis
Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan,
3. Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis fasilitas dan
Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
C. Teknik Pelaksanaan
1.
Input siswa
Kemampuan awal dan
karakteristik siswa menjadi acuan utama dalam mengembangkan kurikulum dan bahan
ajar serta penyelenggaraan proses belajar-mengajar. Implikasinya antara lain
perlu dipikirkan:
a.
Siapa input siswanya, apakah semua
peserta didik berkelainan dapat mengikuti kelas reguler bercampur anak lainnya
“anak normal”?
b.
Bagaimana identifikasinya?
c.
Apa alat identifikasi yang digunakan?
d.
Siapa yang terlibat dalam identifikasi?
2. Kurikulum
Kurikulum (bahan
ajar) yang dikembangkan hendaknya mengacu kepada kemampuan awal dan
karakteristik siswa. Implikasinya antara lain perlu dipikirkan:
a.
Bagaimana model kurikulum (bahan
ajarnya) untuk kemampuan anak yang beragam dalam kelas reguler yang sama?
b.
Siapa yang mengembangkannya?
c.
Bagaimana pengembangannya?
3. Tenaga kependidikan
Tenaga kependidikan
(guru/instruktur/pelatih/therapist dsb.) yang mengajar hendaknya memiliki
kualifikasi yang dipersyaratkan, yaitu memiliki pengetahuan, keterampilan, dan
sikap tentang materi yang akan diajarkan/dilatihkan, dan memahami karakteristik
siswa. Implikasinya antara lain perlu dipikirkan:
a.
Siapa saja tenaga kependidikan yang
terlibat?
b.
Apa peranserta masing-masing?
c.
Bagaimana kualifikasi gurunya?
d.
Persyaratan apa yang harus dimiliki?
4. Sarana-prasarana
Sarana-prasarananya
hendaknya disesuaikan dengan tuntutan kurikulum (bahan ajar) yang telah
dikembangkan. Implikasinya antara lain perlu dipikirkan:
a.
Prasarana apa yang diperlukan?
b.
Sarana apa yang diperlukan?
5. Pembiayaan
Penyelenggaraan
pendidikan inklusif di sekolah reguler memerlukan dukungan dana yang memadai.
Untuk itu dapat ditanggung bersama antara pemerintah, masyarakat, dan orang tua
siswa, serta sumbangan suka rela dari berbagai pihak.
Implikasinya antara
lain perlu dipikirkan:
a.
Dari mana sumber dana untuk operasional
sekolah inklusi?
b.
Untuk keperluan apa saja dana tersebut?
6. Manajemen
Penyelenggaraan
pendidikan inklusif memerlukan manajemen yang berbeda dengan sekolah reguler.
Implikasinya antara lain perlu difikirkan:
a.
Bagaimana manajemennya?
b.
Siapa saja yang dilibatkan?
c.
Apa tugas dan fungsinya?
7. Lingkungan
Agar tercipta suasana
belajar yang menyenangkan maka lingkungan belajar dibuat sedemikian rupa
sehingga proses belajar-mengajar dapat berlangsung secara aman dan nyaman.
Implikasinya antara lain perlu difikirkan:
a.
Bagaimana lingkungan sekolahnya?
Bangunan sekolah dan lingkungan apakah aksesibel bagi anak berkebutuhan khusus?
b.
Bagaimana lingkungan
sekitaranya?Bagaimana lingkungan rumah tangganya?
c.
Upaya apa yang dilakukan dalam rangka
meningkatkan peranserta masyarakat dan orang tua untuk meningkatkan mutu
pendidikan di sini?
8. Proses belajar-mengajar
Proses
belajar-mengajar lebih banyak memberikan kesempatan belajar kepada siswa
melalui pengalaman nyata. Implikasinya antara lain perlu dipikirkan:
a.
Bagaimana perencanaan kegiatan
belajar-mengajar?
b.
Bagaimana pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar?
c.
Bagaimana evaluasi kegiatan
belajar-mengajar?
Sumber :
Pusat Kajian Perlindungan Anak & Pusat Kajian Disabilitas UI (PUSKAPA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar