Kompetensi Dasar dibutuhkan
untuk mendukung pencapaian kompetensi lulusan melalui Kompetensi Inti. Selain itu, Kompetensi Dasar
diorganisir ke dalam
berbagai mata pelajaran yang
pada gilirannya berfungsi sebagai sumber kompetensi. Mata pelajaran yang dipergunakan sebagai sumber kompetensi tersebut harus mengacu
pada ketentuan yang tercantum
pada Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, khususnya
ketentuan pada Pasal 37. Selain jenis mata pelajaran yang diperlukan untuk
membentuk kompetensi, juga diperlukan beban belajar per minggu dan per semester atau per tahun. Beban belajar
ini kemudian didistribusikan ke berbagai
mata
pelajaran sesuai dengan tuntutan kompetensi
yang diharapkan dapat dihasilkan oleh tiap mata pelajaran.
A. Beban Belajar
Beban
belajar dinyatakan dalam jam pelajaran per minggu selama satu semester. Beban
belajar di SD/MI kelas I, II, dan III masing-masing adalah sebanyak 30, 32, 34 jam pelajaran per minggu. Beban belajar
di SD/MI kelas IV, V, dan VI masing-masing adalah sebanyak 36 jam pelajaran per
minggu. Durasi satu jam pelajaran
SD/MI adalah selama 35
menit. Satu semester terdiri dari 18 minggu. Angka-angka tersebut merupakan nilai minimal, sehingga
melalui pendekatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, pengelola sekolah
dengan persetujuan komite dan orang tua siswa dapat menambah jam pelajaran
sesuai kebutuhan.
Jumlah
jam pelajaran per minggu ini meningkat sebanyak 4-6 jam pelajaran per minggu
dibandingkan dengan yang berlaku pada kurikulum sebelumnya. Penambahan jam ini
sejalan dengan perubahan proses pembelajaran siswa aktif, yaitu proses
pembelajaran yang mengedepankan pentingnya siswa mencari tahu melalui proses mengamati, menanya,
mencoba, menalar, dan mengomunikasikan.
Proses pembelajaran semacam ini menghendaki kesabaran guru dalam mengarahkan
siswa sehingga mereka menjadi tahu, mampu dan mau belajar dan menerapkan apa
yang sudah mereka pelajari di lingkungan sekolah dan masyarakat sekitarnya.
Tambahan
jam pelajaran ini juga diperlukan supaya guru dapat mengamati lebih jelas
kemajuan siswanya mengingat kompetensi yang diharapkan dari proses pembelajaran
ini adalah kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.
Pengukuran kompetensi sikap dan
keterampilan membutuhkan pengamatan yang lebih lama dibandingkan dengan pengukuran kompetensi
pengetahuan. Penilaian untuk ketiga macam kompetensi ini harus berdasarkan
penilaian proses dan hasil, antara lain melalui sistem penilaian otentik yang
tentunya membutuhkan waktu penilaian yang lebih lama.
B. Pembelajaran Tematik Integratif
Kurikulum
SD/MI menggunakan pendekatan pembelajaran tematik integratif dari kelas I
sampai kelas VI. Pembelajaran tematik integratif merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam
berbagai tema.
Pengintegrasian tersebut dilakukan melalui pendekatan intra-disipliner,
multi-disipliner, inter-disipliner, dan trans-disipliner. Integrasi
intra-disipliner adalah usaha mengintegrasikan
kompetensi-kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan menjadi satu
kesatuan yang utuh pada tiap mata pelajaran. Pendekatan ini dilakukan dengan
merumuskan keempat kelompok kompetensi dasar sebagaimana dijelaskan pada bab
sebelumnya.
Integrasi
multi-disipliner dan inter-disipliner dilakukan dengan membuat berbagai mata pelajaran yang diajarkan pada jenjang SD/MI terkait
satu sama lain sehingga dapat saling memperkuat, dapat
menghindari terjadinya tumpang tindih, dan dapat
menjaga keselarasan kemajuan tiap mata pelajaran.
Keterkaitan berbagai mata pelajaran tersebut terbentuk dalam dua hal, yaitu
integrasi sikap, pengetahuan, dan keterampilan dalam proses pembelajaran dan integrasi berbagai konsep dasar yang
berkaitan. Pendekatan ini dilakukan dengan merumuskan kompetensi
dasar yang diikat oleh Kompetensi Inti sebagai integrator horisontal antar mata
pelajaran dalam satu jenjang kelas. Integrasi multi-disipliner dilakukan tanpa
menggabungkan kompetensi dasar tiap mata pelajaran sehingga tiap mata pelajaran
masih memiliki kompetensi dasarnya sendiri. Sedangkan integrasi inter-disipliner dilakukan dengan menggabungkan
kompetensi-kompetensi dasar beberapa mata pelajaran menjadi satu.
Integrasi
trans-disipliner dilakukan dengan mengaitkan berbagai mata
pelajaran yang ada dengan permasalahan-permasalahan yang dijumpai di sekitarnya
sehingga pembelajaran menjadi kontekstual. Tema merajut makna berbagai konsep dasar sehingga peserta
didik tidak belajar
konsep dasar secara parsial. Dengan demikian pembelajarannya memberikan makna yang utuh kepada
peserta didik seperti tercermin pada berbagai tema yang tersedia. Tematik integratif disusun berdasarkan gabungan proses integrasi seperti
dijelaskan di atas
sehingga berbeda dengan pengertian tematik seperti yang diperkenalkan pada
kurikulum sebelumnya.
Selain itu
tematik integratif ini juga diperkaya dengan penempatan mata pelajaran Bahasa
Indonesia sebagai penghela mata pelajaran lain. Melalui perumusan Kompetensi
Inti sebagai pengikat berbagai mata pelajaran dalam satu kelas dan tema sebagai pokok
bahasannya, penempatan mata pelajaran Bahasa Indonesia sebagai penghela mata
pelajaran lain menjadi sangat memungkinkan. Penguatan peran mata pelajaran
Bahasa Indonesia seperti ini dilakukan secara utuh melalui penggabungan
sebagian kompetensi dasar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ilmu
Pengetahuan Alam ke dalam mata
pelajaran Bahasa Indonesia. Kedua ilmu pengetahuan ini menyebabkan pelajaran Bahasa Indonesia menjadi kontekstual sehingga pembelajaran
Bahasa Indonesia menjadi lebih menarik baik untuk siswa maupun untuk guru.
Pendekatan
sains yang dipakai dalam kurikulum ini menyebabkan semua mata pelajaran yang
diajarkan akan diwarnai oleh mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial dan Ilmu Pengetahuan Alam. Untuk kemudahan
pengorganisasiannya, kompetensi-kompetensi dasar kedua mata pelajaran ini diintegrsikan ke mata pelajaran lain (integrasi inter-disipliner). Untuk
Kelas I-III, kompetensi dasar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
diintegrasikan ke kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia dan
kompetensi dasar mata pelajaran Matematika. Sedangkan kompetensi dasar mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial diintegrasikan ke kompetensi dasar mata
pelajaran Bahasa Indonesia, kompetensi dasar mata pelajaran Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan, dan kompetensi dasar mata pelajaran Matematika.
Sedangkan untuk kelas IV-VI, kompetensi dasar kedua mata pelajaran ini berdiri
sendiri, sehingga pendekatan integrasinya adalah multi-disipliner, walaupun
pembelajarannya tetap menggunakan tematik integratif.
Prinsip
pengintegrasian inter-disipliner untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan
Ilmu Pengetahuan Sosial seperti diuraikan di atas dapat diterapkan
dalam pengintegrasian muatan lokal. Kompetensi Dasar muatan lokal yang
berkenaan dengan seni,
budaya, dan keterampilan serta bahasa daerah
diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya. Kompetensi Dasar muatan
lokal yang berkenaan dengan olahraga serta permainan daerah diintegrasikan ke
dalam mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan.
C. Struktur Kurikulum
Mata
pelajaran adalah unit organisasi kompetensi dasar yang terkecil. Untuk mencapai kebutuhan kompetensi lulusan diperlukan
beberapa mata pelajaran. Untuk kurikulum SD/MI, pengorganisasian kompetensi
dasar ke dalam
berbagai mata pelajaran
dilakukan melalui kurikulum terintegrasi (integrated
curriculum) dengan proses pengintegrasian sebagaimana dijelaskan di atas. Mata pelajaran
yang dipergunakan sebagai sumber kompetensi dalam pencapaian kompetensi lulusan
SD/MI, posisi mata pelajaran dalam kurikulum, distribusi mata pelajaran dalam semester
atau tahun, beban belajar untuk
mata pelajaran dan beban belajar per minggu untuk setiap siswa dirumuskan
sebagai Struktur Kurikulum SD/MI.
Berdasarkan
mata pelajaran yang telah ditetapkan, beban belajar yang telah diuraikan pada
Bab II bagian A,
dan integrasi mata pelajaran yang telah diuraikan pada Bab II bagian B, maka struktur kurikulum
SD/MI adalah seperti diberikan pada tabel berikut
ini.
MATA
PELAJARAN
|
ALOKASI
WAKTU BELAJAR
PER
MINGGU
|
||||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
||
Kelompok
A
|
|
|
|||||
1.
|
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
2.
|
Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan
|
5
|
5
|
6
|
4
|
4
|
4
|
3.
|
Bahasa Indonesia
|
8
|
9
|
10
|
7
|
7
|
7
|
4.
|
Matematika
|
5
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
5.
|
Ilmu Pengetahuan Alam
|
-
|
-
|
-
|
3
|
3
|
3
|
6.
|
Ilmu Pengetahuan Sosial
|
-
|
-
|
-
|
3
|
3
|
3
|
Kelompok B
|
|||||||
1.
|
Seni Budaya dan Prakarya
|
4
|
4
|
4
|
5
|
5
|
5
|
2.
|
Pendidikan Jasmani, Olah Raga
dan Kesehatan
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
Jumlah
Alokasi Waktu Per Minggu
|
30
|
32
|
34
|
36
|
36
|
36
|
Pembelajaran Tematik
Integratif
|
Keterangan:
Mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya dapat memuat Bahasa
Daerah.
Selain kegiatan intrakurikuler seperti yang
tercantum di dalam struktur kurikulum diatas, terdapat pula kegiatan ekstrakurikuler SD/MI antara lain
Pramuka (Wajib), Usaha Kesehatan Sekolah, dan Palang Merah Remaja.
Kegiatan
ekstra kurikuler seperti Pramuka (terutama), Unit Kesehatan Sekolah, Palang
Merah Remaja, dan yang lainnya adalah dalam rangka mendukung pembentukan
kompetensi sikap sosial siswa, terutamanya adalah sikap peduli. Disamping itu
juga dapat dipergunakan sebagai wadah dalam penguatan pembelajaran berbasis
pengamatan maupun dalam usaha memperkuat kompetensi keterampilannya dalam ranah
konkrit. Dengan demikian kegiatan ekstra kurikuler ini dapat dirancang sebagai
pendukung kegiatan kurikuler.
Mata pelajaran Kelompok A adalah kelompok mata
pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat. Mata pelajaran Kelompok B yang terdiri atas mata pelajaran Seni
Budaya dan Prakarya serta Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan adalah
kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi
dengan konten lokal yang dikembangkan oleh pemerintah daerah.
Bahasa
Daerah dapat merupakan muatan lokal dengan kurikulum disusun sebagai kurikulum
daerah oleh pemerintah daerah dan diajarkan secara terintegrasi dengan mata
pelajaran Seni Budaya dan Prakarya sebagaimana diuraikan pada Bab II bagian B (inter-disipliner),
ataupun diajarkan terpisah apabila daerah merasa perlu untuk memisahkannya. Satuan pendidikan dapat menambah jam pelajaran per minggu sesuai
dengan kebutuhan peserta didik pada satuan pendidikan tersebut.
Sebagai
pembelajaran tematik integratif, angka jumlah jam pelajaran per minggu untuk
tiap mata pelajaran adalah relatif. Guru dapat menyesuaikannya sesuai kebutuhan
siswa dalam pencapaian kompetensi yang diharapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar